Trafik konten berbasis video semakin meningkat seiring dengan beragam dan kemampuan fasilitas siar video di berbagai platform media sosial. Sebuah riset menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen netizen lebih menyukai sajian apa pun (termasuk berita dan informasi) dalam bentuk video.

Bagi seorang kreator konten tantangan terbesar membuat video adalah memiliki rekaman atau footage yang memadai, yang sesuai dengan harapan. Sehingga sebuah konten dapat disebut otentik alias tidak menyadur atau mengkopi rekaman video dari pihak lain.

Mengumpulkan dan mendokumentasikan sebuah obyek berupa gambar bergerak nyatanya sering kali tidak mudah. Bahkan memerlukan effort yang tinggi.

Salah satu cara untuk mengeliminir kesulitan namun tidak mengurangi esensi maupun pesan sebuah video adalah dengan menggunakan platform motiongrafis.

Motiongrafis atau grafik gerak adalah potongan animasi atau rekaman digital yang menciptakan ilusi gerakan atau rotasi, dan biasanya digabungkan dengan audio untuk digunakan dalam proyek multimedia.

Motiongrafis sejatinya berbasis video (gambar gerak). Materinya tentu saja berupa grafik baik 2D maupun 3D.

Komunikasi menggunakan motiongrafis belakangan banyak diaplikasi oleh berbagai institusi. Termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika, khususnya dalam hal menyampaikan pesan terkait pembangunan dan progress resport infrastruktur telekomunikasi, baik BTS, serat optic maupun satelit.

Dengan motiongrafis yang berseri memberikan kesinambungan informasi, mengurangi risiko sulitnya mendapatkan footage yang sesuai naskah (storyline) dan secara visual bahkan lebih menarik, terutama yang berkaitan dengan penyajian data.

Adapun dalam pengerjaan kreasi konten motiiongrafis yang dilakukan untuk Kemenkominfo di antaranya;

  • TEMA, RISET DAN DATA. Seluruh proses kreativitas dimulai dari penentuan gagasan untuk menghasilkan tema spesifik dan relevan, kemudian dilanjutkan dengan melakukan riset guna memperoleh data. Berangkat dari data inilah proses kreatif berikutnya mengikuti. Untuk menampilkan benang merah agar tampak keterkaitan antara satu motiongrafis dengan motiongrafis berikutnya dibuatlah rangkaian tema yang relate satu sama lain. Sehingga seolah menciptakan serial.
  • STORYLINE DAN SCRIPT. Storyline merupakan panduan menyeluruh dan menjelaskan seluruh proses kreatif selanjutnya. Pada storyline terdapat bermacam detil informasi, termasuk theme (nuansa motiongrafis), moodboard, karakter, voice over, back sound, hingga naskah (script). Pembuatan script harus mempertimbangkan faktor teks yang singkat, padat, jelas dengan durasi. Oleh karenanya penting bagi script writer untuk mengujicoba baca teksnya menyesuikan dengan tempo serta durasi yang ditentukan (detik, menit).
  • AUDIO DAN VOICE OVER. Sebuah motiongrafis memerlukan back sound atau audio latar untuk memperkuat kesan (lembut, keras, cepat, dll), sehingga pilihannya tergantung dari ambience yang ditentukan. Selain itu juga voice over guna memperkuat pesan dan karakter yang diinginkan (soprano, bass, alto, tenor). Ingat audiens juga berasal dari disabilitas, sehingga diperlukan teks dari voice yang keluar.
  • VISUAL DAN RANGKAIAN. Sebuah motiongrafis sebaiknya bercerita, sehingga antarbagian tersambung. Oleh karena itu, visual setiap bagian seharusnya koheren dengan pola yang sama. Jika memakai vektor, ya vektor seterusnya. Boleh disisipi foto atau visual riil, tetapi tidak mengurangi konsistensi visual. Setelah itu dirangkai menjadi film.
  • PAKAI EKSTENSI UNIVERSAL. Motiongrafis bisa ditayangkan di mana saja. YouTube, TikTok, Instagram, Facebook, Twitter, LinkedIn, bahkan disebar ke chat messenger (WhatsApp, Facebook Messenger), sehingga pakai ekstensi video yang universal. Misalnya .mpeg4. Jangan lupa ukuran file juga penting, meski sekarang semua platform sudah “membuka” ukuran yang lebih besar. Intinya, semakin kecil ukuran file (tetapi kualitas video dan audio tak berkurang), semakin cepat diviralkan.

Sebuah motiongrafis adalah satu bagian cerita, maka jika ada koreksi di kemudian hari, risiko melakukan revisi akan lebih rumit dibandingkan dengan infongrafis. Anda bisa saja harus mengubah teks beserta voice over, artinya biaya yang diperlukan bisa membengkak. Karena itu, kekuatan storyline dan proses approval yang berjenjang (script, audio, scene) sebaiknya dilakukan guna mengeliminir kesalahan yang lebih besar.

Hasilnya, di platform Instagram, respon terhadap materi motiongrafis bisa 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan foto atau visual biasa. Membuat motiongrafis memerlukan kecakapan;

  • Storyline conceptor.
  • Script writer.
  • Voice over.
  • Audio curator.
  • Motiongraphic designer. (*)