Di tengah era digital yang berdampak pada pola dan tata kerja di korporasi, para penjaga urusan komunikasi pun dituntut melakukan banyak perubahan.

Begitupun yang terjadi di PT Tri Hutchison Indonesia (sebelum bermerger dengan PT Indosat Ooredoo). Peran media komunikasi untuk kalangan internal diakomodir melalui media cetak.

Namun persoalannya, di tingkat korporasi sendiri, minat membaca media cetak mengalami penurunan, sementara aktivitas di media sosial yang serba digital itu justru meningkat pesat.

Paradoks ini menjadi hambatan. Apa lagi jika insan komunikasi perusahaan terlena dalam arus komunikasi tradisional.

Media konvensional dalam format cetak untuk kebutuhan internal perusahaan menjadi dilema. Terus atau tidak, di tengah situasi akses digital yang kian membumi. Dan, biaya komunikasi yang terus membengkak. Biaya cetak saja sudah menghabiskan 30-40 persen dari biaya produksi.

Workshop yang digelar bersama awak komunikasi perusahaan Tri dikemas dalam format yang ringan, penuh dengan diskusi dan banyak melakukan studi kasus.

Namun ada beberapa hal yang diusung di workshop tersebut, antara lain;

  • Mencari platform yang relevan media internal terkait dengan disrupsi digital di berbagai aspek.
  • Mengenal proses produksi sebuah media (khususnya internal) dari mencari gagasan, proses jurnalistik, hingga men-deliver konten kepada audiens.
  • Menilik hasil riset tentang tema dan segmen yang paling digemari audiens, mengeksekusi menjadi gagasan.
  • Konvergensi antara print (jika masih dilakukan) dengan digital platform, sehingga konten tersebar lebih luas.

Tiga aspek ini dibicarakan dalam durasi sekitar 4 jam, dan awal komunikasi perusahaan Tri memang sangat antusias.

Banyak hal baru yang sebelumnya tak terbicarakan dalam proses komunikasi di tingkat internal. Hadirnya dunia digital membuat pola dan cara berkomunikasi mengalami pergeseran.

Digital pula yang mengharuskan awak untuk memahami membuat konten yang sesuai platform dan habit manusia mengkonsumsi konten-konten digital. (*)