Dewan Pers mengungkapkan betapa jurnalis di era sekarang, di saat media online menyerbu dan menjadi produk media paling laris dikonsumsi, malas memanfaatkan press release. Siaran pers entah dikeluarkan oleh pemerintah maupun non-government tidak lagi dijadikan sebagai sumber berita. Alih-alih mengunggahnya ke media online, siaran pers hanya mengendap sampai di email para pembuat berita.

Ada beberapa hal mencermati produk siaran pers yang tidak lagi dipakai oleh awak media. Kreatorkonten.com menemukan lebih dari satu persoalan, antara lain;

TIDAK UPDATE

Para pembuat siaran pers entah sekreatriat perusahaan, bagian komunikasi perusahaan maupun pemasaran, hingga agensi komunikasi masih menggunakan pola lawas dalam memproduksi siaran persnya. Apa itu? Hanya disajikan dalam format teks dan kadang dilampiri satu atau lebih foto untuk mendukung konten. Langkah ini sama sekali tidak up date dan perlu pembaruan.

Bahkan di beberapa institusi, para pelaku komunikasi masih memakai press release 1.0. Apa itu?  Bagaimana perkembangan produk siaran pers?

  • Press Release 1.0, ditandai dengan siaran pers yang hanya berbasiskan teks dan foto. Era ini hadir sebelum dunia digital ada. Pembuat siaran pers membagikan fotokopi teks dan foto-foto cetak.
  • Press Release 2.0, perkembangan di zaman digital namun masih mengandalkan produk teks yang dapat di-copy paste. Foto telah dibuat dalam format digital. Bahkan model penyebaran informasi menggunakan Google Drive yang untuk mengaksesnya dapat dimasuki oleh siapa saja yang diundang.

SEO FRIENDLY

Para jurnalis online hari ini ditantang menjadi seorang kreator konten. Mereka harus membuat berita yang menarik dan bahkan gaji maupun bonus mereka dihitung berdasarkan seberapa banyak efek engagement yang mereka dapatkan dari konten-konten berita buatannya. Akibatnya, media memanfaatkan SEO dengan keywords yang paling tinggi di satu kurun waktu tertentu. Gunanya agar mendapatkan respon dan inilah pola click bait yang diterapkan oleh hampir semua media online.

KONTEN TIDAK SEKSI

Pembuat siaran pers membuat konten ala kadarnya. Ia merangkai kata-kata tetapi poinnya tidak fokus dan jelas. Di sisi lain, seluruh penggunaan dan gaya bahasanya sangat datar, tidak seksi, tidak menarik perhatian. Ditambah lagi mereka tidak kreatif, menggunakan judul yang standar dan sama sekali tidak mengundang perhatian.

MEDIA MEMBUTUHKAN LEBIH DARI TEKS

Hari ini, media online yang masih hidup umumnya menjalankan seluruh platform. Web, media sosial, video platform, hingga pordcast platform. Beberapa media mengalami pertumbuhan pengakses pada platform baru seperti video dan audio. Walaupun basis audiens web online-nya tidak mengalami pertumbuhan, alias telah berada di titik tertinggi.

PELUANG MENINGKATKAN TRAFIK

Dunia digital sangat unik. Ini membuat hampir semua institusi memiliki own media. Untuk menumbuhkan own media masing-masing kadang membutuhkan bantuan media-media paid atau media umum untuk menyearkan konten kepada audiens atau pelanggan masing-masing media tersebut. Sehingga di situ mungkin terjadi peningkatan trafik konten yang di-boost oleh media umum. Tetapi untuk menjalankannya membutuhkan strategi, termasuk kreativitas.

MEDIA PUNYA KEBIJAKAN DILARANG UPLOAD PRESS RELEASE

Beberapa media melarang upload press release, karena dianggap tidak ada upaya untuk membuat sebuah berita. Namun biasanya terbatas pada siaran pers barbasis teks.

Dengan beragamnya persoalan yang dihadapi oleh media, produk press release hari ini juga mengalami perkembangan. Era 2.0 sudah berganti ke Era 3.0. Press Release 3.0 muncul karena terjadinya perubahan pola pada industri media itu sendiri.

Bagaimana memahami Press Release 3.0? Silakan swipe image di bawah ini.