Pembuatan konten mengikuti alur kerja (workflow) sebagaimana berjalannya sebuah pabrik. Konten-konten tidak muncul begitu saja dari sebuah gagasan kemudian dibuat dan didistribusikan.

Membuat konten adalah pekerjaan profesional, tidak cukup hanya bermodalkan gagasan kuat, artistik dan visual yang keren, atau eksekusi yang tepat. Namun juga menentukan konsep yang melibatkan berbagai pihak.

Umumnya dimulai dari;

#1. PRA PRODUKSI

Di tahap awal ini, seluruh pihak yang berkepentingan (kreatif, pemasar, klien, dll) berkumpul membahas konsep yang biasanya meliputi visi, misi, tujuan, target, dan seagainya. Penyeragaman tentang pemahaman dasar sangat penting agar setiap pihak memiliki satu persepsi.

Tahap brainstorming konsep lalu mengikuti. Biasanya di tahap ini “keliaran” mulai muncul. Bahkan tak jarang merujuk sampai ke hal-hal terkait teknis. Agar lebih fokus pada penentuan konsep yang matang hindari perselisihan teknis.

Konsep memerlukan pembahasan dan detil lebih lanjut. Ini merupakan pekerjaan tim kecil. Disusun dalam satu kertas kerja yang dapat dibagikan ke seluruh pihak berkepentingan. Semakin mendetil semakin baik karena sehebat-hebatnya sebuah kreativitas tetaplah perlu batasan.

Masih di pra produksi, sub pekerjaan berikutnya adalah menentukan tim kreatif yang bekerja menyiapkan seluruh  materi. Penulis, fotografer, videographer, desainer dan sebagainya. Spesifikasinya menyesuaikan dengan kebutuhan produk kreatif yang akan dibuat.

#2. PRODUKSI

Tahap ini sangat kritikal. Karena setiap pihak akan bekerja sesuai dengan job desk-nya. Mereka mencurahkan pada tugas dan target, menyesuaikan dengan time line. Karena kerja kolaboratif maka setiap pihak mesti mengikuti deadline. Kerja kolaboratif tidak mesti bekerja dalam satu tempat, bisa juga masing-masing bekerja sendiri-sendiri, kemudian di titik tertentu terjadi penggabungan karya.

Titik-titik kritis kerap terjadi khususnya dalam hal pengejawantahan konsep yang dalam prakteknya tidak sama, detil yang berbeda-beda, hingga ketidaktepatan waktu. Oleh karena itu perlu sosok pemimpin proyek (project leader) yang bertugas mengorkestrasi seluruh anggota tim kreatif.

Di masa produksi juga termasuk proses approval hasil kepada klien atau pemilik proyek. Penyerahan biasanya sudah dalam bentuk atau versi lengkap yang siap untuk didistribusikan.

Di tahap ini juga titik krusial, sebab kerap kali pemilik proyek mengubah, menambah, atau bahkan membongkar. Karena itu, project leader sebaiknya mampu memetakan setiap kasus dan memperhitungkan tingkat kesulitan untuk mengurangi risiko.

Peta kasus sangat berguna untuk menentukan langkah berikutnya. Selanjutnya adalah proses revisi. Durasi revisi sangat relatif, tergantung dari seberapa tinggi dan banyak detil revisi. Karena itu kadang di sub tahap ini terjadi adjustment timeline.

Terakhir adalah approval kedua. Ini bisa disebut sebagai tahap akhir menjelang finalisasi konten.

#3. DISTRIBUSI

Proses distribusi pada dasarnya merupakan “menaikkan” konten ke kanal-kanal yang telah disiapkan dalam strategi konten. Namun sub tahapnya bisa bertambah, karena membutuhkan monitoring trafik dan respon, melakukan diseminasi ke berbagai platform paid media maupun influencer (KOL) atau disebut sebagai alternatif distribusi.

Pemilihan kanal (baik own media, paid media maupun KOL) bisa parsial atau dapat pula integral. Ini tergantung dari misi, target dan budget.

Laporan trafik menjadi rapor penting untuk mengungkapkan kesesuaikan rencana dengan eksekusi. Di dalamnya dapat dianalisa berdasarkan kuantitatif dan kualitatif. Memerlukan tools untuk merekam dan mendokumentasikan setiap perjalanan konten.

Hasil analisa kuanitatif dan kualitatif itu menjadi bahan untuk evaluasi. Rekomendasi dari evaluasi dapat berupa melanjutkan, meningkatkan, atau mengubah konsep.

Untuk selanjutnya mengalir lagi workflow tahap pra produksi. (*)

UNTUK DISKUSI LEBIH LANJUT SILAKAN KIRIM EMAIL KE: ANDRANURYADI1@GMAIL.COM